Sebenarnya aku menyayangimu, tetapi aku tidak tahu bagaimana caranya agar engkau mengerti. Aku sudah berusaha keras untuk menunjukkan besarnya cintaku kepadamu, tetapi maafkan aku jika aku belum bisa membuatmu mengerti.
Pada suatu hari yang indah, sepasang suami istri yang berusia sekitar 70 tahun berjalan menuju ke sebuah kantor pengacara. Tujuan mereka jelas, datang ke sana untuk mengurusi perceraian mereka.
Sang pengacara pun bertanya-tanya apa gerangan yang telah terjadi. Namun, setelah berbincang-bincang dengan mereka, akhirnya dia tahu kisah sepasang suami istri ini.
Pasangan ini selalu bertengkar selama lebih dari 40 tahun usia pernikahan mereka, seolah tidak pernah ada yang benar.
Mereka beratahan karena anak-anaknya, takut hal itu berdampak pada perkembangan mereka. Kini, semua anaknya telah besar, telah memiliki keluarga sendiri, tidak ada lagi yang harus dikhawatirkan oleh pasangan ini. Yang mereka inginkan hanyalah membebaskan diri mereka masing-masing dari ketidakbahagiaan selama bertahun-tahun, sehingga mereka pun sepakat untuk bercerai.
Sang pengacara pun mengalami kesulitan untuk menyelesaikan papernya, karena dia merasa setelah 40 tahun pernikahan dan kini usia mereka telah 70 tahunan. Ia bisa mengerti mengapa orang sepasang suami istri ini ingin bercerai.
Ketika mereka hendak mendatangani paper tersebut, istrinya berkata pada suaminya:
"Aku sungguh-sungguh menyayangimu, tapi aku tidak tahan lagi. Maafkan aku."
"Tidak apa-apa. Aku mengerti," kata suaminya.
Melihat kejadian ini, sang pengacara mengajak mereka untuk makan malam bersama, hanya bertiga. sang istri berpikir mengapat tidak, karena mereka bias bisa menjadi teman.
Di meja makan, hening namun aneh.
Hidangan pertama adalah sate ayam, kemudian sang pria mengambil stik drum untuk wanita tua itu.
"Ambillah. Ini yang paling kau sukai."
Melihat kondisi ini, sang pengacara berpikir barangkali masih ada satu kesempatan, tetapi si istri cemberut dan ia menjawab.
"Inilah masalahnya. Kau selalu memikirkan dirimu sendiri, tidak pernah berpikir apa yang aku rasakan, bukankah kau tahu aku benci stik drum?"
Sang istri kurang paham bahwa selama bertahun-tahun suaminya selalu mencoba membuatnya bahagia. Dia kurang paham bahwa stik drum itu adalah kesukaan suaminya. Suaminya kurang paham bahwa istrinya tidak pernah sama sekali mengira bahwa suaminya itu sangat mengerti istrinya. Suaminya kurang paham bahwa istrinya itu tidak menyukai stik drum sekalipun yang ingin diberikan oleh suaminya itu adalah yang terbaik untuk istrinya.
Malam itu, sepasang suami istri itu tidak bisa tidur, membolak-balikkan badan.
Setelah berjam-jam, sang pria tidak tahan lagi, dia tahu bahwa ia masih menyayangi istrinya, dan dia tidak bisa hidup tanpanya, dia ingin istrinya kembali, dia ingin mengatakan padanya bahwa ia menyesal, dan dia ingin mengatakan padanya, "Aku menyayangimu."
Dia mengangkat gagang telepon, mulai menekan nomor telepon istrinya. Berdering terus tanpa henti. Dia terus saja mencoba menelpon istrinya.
Di sisi lain, istrinya begitu sedih, dia tidak bisa mengerti bagaimana setelah selama sekian tahun suaminya masih belum juga mengerti dirinya. Dia sangat mencintai suaminya itu, tetapi dia tidak tahan lagi.
Telepon terus berdering. Dia putuskan menolak untuk mengangkat telepon karena ia tahu pasti suaminya yang telepon.
"Paling juga yang akan dibicarakan cuma semuanya sudah berakhir sekarang. Aku telah memintanya dan aku ingin kita tetap berpisah, jika tidak mau kutaruh di mana mukaku," pikirnya.
Telepon terus berdering. Dia pun memutuskan untuk melepas kabel teleponnya.
Tiba-tiba, ia teringat bahwa suaminya itu memiliki penyakit jantung.
Keesokan harinya, dia menerima berita bahwa suaminya meninggal dunia.
Dia buru-buru turun dari apartemennya, melihat jasad suaminya, terbaring dengan masih memegang gagang telepon, Dia kena serangan jantung ketika dia mencoba menelpon istrinya.
Dia bersedih sesedih-sedihnya. Dia harus membereskan semua harta benda suaminya.
Ketika dia membuka laci, dia melihat polis asuransi, tertanggal sejak hari mereka menikah, dengan si penerima polis adalah dia. Bersama dengan polis asuransi itu, ada sebuah catatan kecil.
"Untuk istriku tercinta,
Saat kau baca ini, aku yakin kau tidak aku sudah tidak lagi bersamamu> aku bawakan polis ini untukmu, meskipun jumlahnya hanya $100 ribu.
Kuharap ini akan membantumu meneruskan janjiku bahwa aku telah melakukannya semenjak kita menikah. Aku mungkin tidak lagi bersamamu, aku ingin uang yang sedikit ini bisa kau gunakan untuk melanjutkan hidupmu, karena sepertinya aku tidak akan lagi hidup lebih lama. Aku ingin kau tahu aku selalu ada di sampingmu.
Aku mencintaimu."
Air mata mengalir bagaikan anak sungai.
"Jadi ketika kau menyayangi seseorang, beritahulah dia. Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi satu menit kemudian. Belajarlah untuk membangun kehidupan bersama. Belajarlah untuk saling menyayangi karena dia apa adanya bukan karena yang ada padanya."
Setiap pasangan harus bisa mengerti apa yang menjadi kesukaan dan ketidaksukaan dari si pasangan. Maka hal ini akan menjadi kerukunan dalam berumah tangga.
ReplyDelete